Senin, 20 Juni 2011

BELAJAR MENTAL DAN PERASAAN

Dia terlahir dari orang tua yang memiliki keyakinan berbeda, karena keadaan akhirnya  mereka berpisah,hak asuh dan tumbuh agar dia besar akhirnya dimenangkan oleh si Ibu.
Beberapa bulan kemudian  Ibu dari anak tersebut menikah kembali, entah komitmen apa yang ada dibenak mereka anak tersebut akhirnya dititipkan kepada orang tua si Ibu.  Hari demi hari dijalani menginjak tahun pertama sampai tahun kesepuluh, kasih sayang yang diberikan oleh Kakek dan Nenek serta Om dan Tante tak pernah lepas layaknya seperti anak atau adik sendiri dikeluarga itu.  Sapaan atau panggilan yang seharusnya diucapkan dikeluarga itu terbalik.
Pada tahun kesepuluh itulah mental dan perasaannya harus diuji, kebenaran harus diutarakan secara bertahap siapa orangtuanya dimana Ayah dan Ibunya, kesedihan dari perasaan yang dia terima sudah pasti karena itulah manusia dan setelah itu tak pernah di lihatkan dari kesehariannya.  Dia menjalani dengan penuh ikhlas dan tabah.
Bahkan setiap tahun diacara kumpul menyambut hari lebaran,dimana perasaan harus diterima, ingin dia menyebut wanita itu sebagai ibunya tetapi meihat sisi lain bahwa ibunya sudah punya keluarga sendiri, dia harus membuang perasaan itu demi adik-adik dari suami ibunya yang sekarang.
Terkadang pada saat berkumpul  tersebut dia pergi menghindar, bukan ingin menjauhkan diri dari yang lainnya, karena dia tidak ingin merusak kebahagian Ibunya dan merusak suasana.
Walaupun sepintas selalu dia tak pernah dianggap sebagai anak, mungkin ibunya tidak berani atau belum waktunya berterus terang dihadapan semuanya.
Tempaan mental dan kwalitas yang diterima setiap hari dari Om dan Tantenya di terima dan dijalani,dia tunjukan bahwa dia bisa melakukannya.
Dua Puluh tahun sudah dia tumbuh dalam menjalani kehidupan ini.  Apa yang diterima dalam kesehariannya walaupun pahit akhirnya membuahkan hasil, dia sudah bekerja dan mempunyai kendaraan sendiri, dan tak lupa bila Ibunya datang dia memberikan uang dari hasil jerih payahnya.
Ironis memang, anak yang selama ini tidak pernah dianggap ternyata mempunyai hati dan jiwa yang matang.
Dia adalah keponakanku, dia seorang gadis atau perempuan yang mempunyai jiwa yang mandiri tak pernah mengeluh siapa dia sebenarnya, dia menciptakan dirinya untuk bisa bertahan dari cobaan yang ada untuk membuktikan bahwa hidup harus dijalani bukan dirasakan.
Banyak pelajaran yang dapat saya ambil, bahwa hidup ini adalah lahir dari sebuah tanggung jawab bukan karena belas kasih orang lain yang membuat besar atau kecil diri kita, adalah perbuatan diri sendiri.
Terima kasih keponakanku, kau selalu menerima segala ocehan, nasehat terkadang umpatan kata-kata yang mungkin orang lain marah, tetapi kau selalu menerima dengan segala keikhlasan bahwa itu adalah sebuah motivasi untuk merubah menuju perbaikan dan persiapan diri dalam menjalani hidup yang akan datang.

“ BRAVO and GOOD LUCK.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar